Kamis, 27 Agustus 2009

Masih Layakkah Kita Percaya Kepada Demokrasi?



Sudah tidak asing kan? dengan yang namanya demokrasi? Ini dia sistem yang sejak awal kemerdekaan telah diterapkan di negeri kita tercinta ini, dan bahkan hampir di seluruh negara di dunia. Sistem inilah yang salah satunya telah mengantarkan kita pada event PEMILU yang baru saja kita lewati. Selidik punya selidik ternyata demokrasi itu hukumnya HARAM loh (dalam Islam). Wah ~ koq bisa begitu yawh? Begini ceritanya ...

Definisi



Democracy is a form of government in which power is held directly or indirectly by citizens under a free electoral system. (http://en.wikipedia.org/wiki/Democracy)


Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi)


Even though there is no universally accepted definition of 'democracy‘ there are two principles that any definition of democracy includes. The first principle is that all members of the society (citizens) have equal access to power and the second that all members (citizens) enjoy universally recognized freedoms and liberties (http://en.wikipedia.org/wiki/Democracy)


Demokrasi bukanlah hanya persoalan pemilihan presiden. Demokrasi juga bukan hanya persoalan memilih perwakilan rakyat di DPR. Demokrasi bukan masalah bagaimana menghormati hak seseorang sebagai manusia. Demokrasi juga bukan hanya persoalan menghormati perbedaan pendapat. Berdasarkan prinsipnya, demokrasi adalah : menjadikan setiap rakyat memiliki kedaulatan untuk membuat hukum, mengambil hak Tuhan sebagai pembuat hukum, lalu menyerahkannya kembali kepada manusia.

Praktik



Demokrasi seringkali latah. Dia terpaksa bertindak represif demi berlangsungnya praktek demokrasi itu sendiri. Sebagai contohnya, demokrasi terpaksa mendiskreditkan (kalau tidak boleh disebut melarang) rakyat yang berkeputusan untuk GOLPUT. Padahal logikanya, kalau memang demokrasi menghormati perbedaan pendapat dan kebebasan, tindak GOLPUT pun harusnya sah. Tapi nyatanya tidak, demokrasi terpaksa melakukan ini. Karena jika GOLPUT terus dibiarkan, maka akan semakin banyak orang yang tidak percaya pada demokrasi, dan pada akhirnya demokrasi pun akan musnah.

Bagi demokrasi, suara Tuhan pun bisa saja dikalahkan. Sebagai contoh ketika Tuhan secara jelas melarang perzinaan, maka bagi demokrasi perzinaan bisa jadi halal, asalkan kebanyakan manusia yang “bersuara” menyepakatinya, dan seringkali itu berlindung dibalik asas “kemanusiaan” dan Hak Asasi Manusia. Ironis ~


Ada fakta yang menarik terkait Demokrasi dan PEMILU di Aljazair. Sebuah partai yang bernama FIS (Front Islamic Salvation), pada putaran pertama pemilu mereka berhasil mengantongi 80% suara. Namun ternyata kemenangan mereka tidak diakui dan diberangus oleh militer. Apakah itu suatu bentuk paranoid terhadap “aturan Tuhan”? Mungkin saja. Ironi semacam ini juga terjadi pada kasus Partai Refah di Turki yang memenangkan pemilu 1997 yang mana setelah itu dikudeta oleh militer Turki. Benar apa kata sebuah kutipan yang menyatakan: “Kadang-kadang diperlukan tindakan yang tidak demokratis untuk melindungi demokrasi(The Independent - England Daily).

Konspirasi



Sejarah demokrasi sendiri, tak pernah melibatkan kehidupan umat Muslim zaman dahulu. Jadi tidaklah tepat jika ada yang mengatakan bahwa Islam membolehkan praktik demokrasi. Dia (demokrasi) mutlak lahir dari sejarah kehidupan Barat. Dia muncul dari sebuah ideologi kapitalisme sekuler. Suatu ideologi yang lahir karena ketidakpercayaan atas “sistem kedaulatan” yang diterapkan para Raja Eropa dan Gereja pada masa itu (the dark age). Para pencetusnya bercita-cita untuk membentuk suatu sistem yang mengalfakan peran Raja dan Gereja sebagai pemegang kedaulatan. Mereka ingin supaya kedaulatan diberikan kepada rakyat sepenuhnya.

Namun pada kenyataannya, demokrasi hanyalah sebuah tipuan. Seolah-olah rakyat yang mengatur diri mereka sendiri, padahal sebenarnya merekalah yang dikendalikan. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk kapitalis ~ sebagaimana nampak pada ilustrasi berikut.


Amerika Serikat sebagai bosnya demokrasi, punya kepentingan khusus terhadap hidup matinya demokrasi di muka bumi ini. Hal ini tampak dari kebijakan-kebijakan yang mereka buat, termasuk usaha mereka untuk mengintervensi jalannya demokrasi di negara-negara di dunia ketiga (baca: negara dengan mayoritas penduduk Muslim).

Selain itu, tendensi ini begitu terlihat dari ucapan para pemimpin AS. Pada tahun 2003, George Bush pernah mengatakan: “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi”. Sementara itu, tahun 2009, Barrack Obama pernah menyampaikan: “Saya akan melakukan apapun jika menyangkut keamanan Israel. Saya pikir ini hal yang fundamental. Saya kira ini menyangkut kepentingan AS karena hubungan kami yang istimewa, karena Israel tidak hanya telah membangun demokrasi di wilayah itu tapi juga merupakan sekutu terdekat dan loyal kepada kita”.



Ketakutan mereka pun sangat beralasan. Mereka sadar sepenuhnya bahwa, ancaman terbesar bagi “kuasa” mereka adalah Islam. Jika umat muslim sadar bahwa mereka (umat Muslim) sedang dibohongi, maka habislah demokrasi dan hancur pula kedigdayaan “Barat” di muka bumi. Barat berusaha sekuat tenaga agar demokrasi dipakai di seluruh dunia. Mereka ingin menjaga agar liberalisasi terus hidup di mana-mana. Dengan liberalisasi, peluang umat Muslim untuk tidak mentaati aturan Tuhan mereka semakin besar.

Mereka (Barat) ingin memastikan agar umat Muslim benar-benar lupa dengan Alquran dan Sunnah. Mereka akan sangat senang jika Islam hanya tinggal di KTP saja, sesuai dengan prinsip sekularisme milik mereka: gunakan agama hanya di tempat ibadah, sementara untuk yang lain gunakan aturan buatan (manusia) sendiri saja. Pada akhirnya, penting bagi Barat untuk mengiming-imingi umat Muslim (terutama mereka yang sedang dalam posisi berkuasa) dengan kenikmatan dunia, supaya mereka (umat Muslim) benar-benar lupa dengan aturan Tuhannya.

Sudut Pandang Islam



Sebagaimana diketahui, demokrasi menjadikan mekanisme suara terbanyak untuk menentukan kebenaran. Pada akhirnya nilai kebenaran pun jadi sangat relatif, tergantung dari pihak mana yang sedang dalam berkuasa di posisi mayoritas.

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (TQS al-An’am [6]: 116)


Pada praktiknya, demokrasi akan selalu mencampurkan antara yang hak dan yang bathil. Setiap langkah yang diambil oleh para praktisi demokrasi (terutama kalangan minoritas) selalu bersifat kompromi. Langkah yang bersifat kompromi bagi mereka sangat dibutuhkan untuk melanggengkan kedudukan/kekuasaan mereka. Tanpa kompromi, kalangan minoritas tak bisa eksis. Kaum minoritas terpaksa menggunakan jalan kompromi supaya bisa “berlindung” di bawah para kaum mayoritas.

Proses kompromi inilah yang nyata terlihat di Pemilihan Umum tahun ini. Partai-partai Islam menjadi sangat oportunis. Demi kekuasaan, mereka bukannya membentuk koalisi sendiri (partai-partai Islam) tapi malah berkoalisi dengan partai non-Islam (baca: sekuler). Sesuatu yang bisa dikatakan sebagai sebuah tindakan yang lebih bersifat pragmatis dan terkesan “menjual idealisme”.

Dan janganlah engkau mencampurkan yang haq dengan yang batil, dan janganlah engkau menyembunyikan yang haq itu, sedangkan engkau mengetahuinya (TQS al-Baqarah [2]: 42)


Dalam Islam, kita diajarkan tentang konsep taqwa. Suatu konsep yang mewajibkan kita (umat Muslim) untuk menjalankan semua perintah الله dan menjauhi laranganNYA. Semua orang yang telah menyatakan beriman kepada الله dan rasulNYA diwajibkan untuk ber-Islam secara sempurna (kaffah). Segala aktivitas yang dilakukan di dunia semestinya disandarkan pada Alquran dan Sunnah. Tidak seharusnya kita membuat hukum, dan menentukan halal haramnya sesuatu berdasarkan keputusan akal atau pun nafsu kita. Karena membuat hukum adalah hak الله Subhaanahu wa Ta’ala.

Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah (TQS Yusuf [12]: 40)


Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (TQS an-Nisaa [4]: 65)


Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (TQS al Maaidah [5] : 44)


Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim (TQS al Maaidah [5] : 45)


Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik (TQS al Maaidah [5] : 47)


Kesemuanya itu hanya bisa diwujudkan dalam sebuah pemerintahan yang Islami. Sebuah keniscayaan yang pernah dijanjikan الله melalui Nabi SAW dalam hadisnya. Dia pasti datang. Tinggal bagaimana kita. Apakah hanya berpangku tangan atau ikut memperjuangkan keterwujudannya. Dialah sebuah pemerintahan negara Khilafah Islamiyah yang serupa dengan yang pernah dibangun oleh Nabi Muhammad SAW yang akan membawa kerahmatan bagi seluruh dunia.

Bagaimana? Masih layakkah kita percaya kepada demokrasi?

و الله اعلم بالصّواب

Tidak ada komentar: