Seorang antropolog asal AS, namanya Helen Fisher, menemukan bahwa cinta bisa bikin orang jadi seneng dan terpacu kreativitasnya. Kadang juga jadi agak salting, deg-degan, jadi lebih PD, dan lain sebagainya. Semua itu dikarenakan reaksi romantis yang berasal dari kerja sejumlah hormon yang diproduksi otak.
Saat kontak mata berlangsung, pada saat itulah ada sebuah “kesan”. Ini dia fase pertama. Otak bekerja seperti sebuah komputer yang merekam sejumlah data dan mencocokkannya dengan data sebelumnya. Karenanya, saat itu mulailah seseorang mencari-cari sebab ketertarikannya kepada lawan jenis.

Fase ketiga, ini fase ketika cinta yang menggebu-gebu tadi mulai mereda. Yang tersisa hanyalah kasih sayang. Hormon endorphins, senyawa kimia yang identik dengan morfin, mengalir ke otak dan efek yang ditimbulkannya mirip dengan narkotika. Saat itulah, tubuh merasa damai, nyaman, tenang.
Nah, ternyata daya tahan PEA itu cuma sekitar empat tahun! Teori ini disebut Fisher sebagai four years itch. Sebagaimana sebuah reaksi kimia, maka setelah itu efek PEA gag berbekas lagi. Memang sih, cinta gag semata-mata muncul karena hormon aja. Banyak faktor sosial yang mempengaruhinya. Fisher, yang juga menulis buku Anatomy of Love, menemukan bahwa kasus-kasus perceraian muncul ketika telah mencapai empat tahun masa perkawinan. Kalau pun bertahan, pasti karena faktor-faktor yang lain.

Oleh karena itu, kalo yang masih pacaran sesumbar bahwa cintanya bakal abadi, kayaknya perlu dicek lagi deh. Apalagi, ekspresi cinta, yang mungkin lebih dominan kepada nafsu pada usia-usia muda, seharusnya dapat lebih indah dan agung dalam bingkai yang halal.
Ini bedanya dengan pernikahan tanpa pacaran. Pasangan yang menikah dengan kepahaman akan tanggung jawab dan juga bukan karena alasan “daripada pacaran” akan lebih mampu mempertahankan hormon cinta tadi. Karena dalam ikatan yang lebih resmi, ada ketenangan (sakinah) karena telah resmi ikatannya, lalu sakinah tadi muncul sebagai cinta yang naluriah (mawaddah) lalu sejalan dengan waktu, semakin mengenal maka pernikahan yang sehat akan menuju pada rahmah (kasih sayang) yang tulus, bukan lagi nafsu, mulai muncul persahabatan suami istri, saling mendukung.
Beda banget kan sama pacaran yang makin lama pacaran justru makin ragu buat menikah karena hormon cinta sudah “habis” di awal. “Habis” karena terlanjur dieksplorasi melalui perilaku-perilaku yang semestinya dilakukan oleh pasangan yang telah menikah.
و الله اعلم بالصّواب
Daftar pustaka ilustrasi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar